Senin, 14 Juni 2010

Dr. Mubiar Agustin, M.Pd: Konseling untuk Atasi Kejenuhan Belajar Mahasiswa

Sudah banyak studi yang mengkaji secara mendalam tentang kejenuhan belajar. Namun, kebanyakan peneliti hanya mempertimbangkan aspek perbedaan jenis kelamin, situasi, kepribadian, dan faktor emosional. Mereka jarang melibatkan konseling akademik sebagai solusinya.
Dosen Pendidikan Guru pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jawa Barat, Dr. Mubiar Agustin, mengurai cara mengatasi kejenuhan belajar di kalangan mahasiswa. “Kini sangat dibutuhkan tenaga andal kompetensi konselor,” kata pria kelahiran Bandung, 28 Agustus 1977.
Bagaimana fenomena kejenuhan belajar yang kini melanda kalangan mahasiswa?
Fenomena kejenuhan menjadi fenomena umum yang kerap dialami sebagian mahasiswa selama kuliah. Kejenuhan belajar merupakan kondisi emosional, ketika seseorang merasa lelah dan jenuh secara mental ataupun fisik. Ini diakibatkan karena tuntutan pekerjaan terkait dengan belajar yang meningkat.
Timbulnya kelelahan ini, karena mereka bekerja keras, merasa tidak berdaya, merasa terjebak, ada kesedihan yang mendalam, atau merasa malu, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasa kesal, kelelahan fisik, mental dan emosional.
Apa faktor utama penyebab kejenuhan ini?
Terlebih dahulu saya ingin menguraikan definisi kejenuhan belajar. Pertama, karakteristik individu. Berupa keinginan untuk sempurna, penghargaan diri yang rendah, ketidakmampuan mengendalikan emosi dan motif berprestasi yang rendah.
Kedua, faktor lingkungan belajar. Berupa iklim kelas yang negatif, kurang penghargaan dalam belajar, beban tugas belajar yang berat, konflik diri dengan individu dalam lingkungan belajar, dan suasana belajar yang statis.
Ketiga, keterlibatan emosional dengan lingkungan belajar. Berupa ketidakmampuan untuk asertif, terjadinya konflik peran, kurangnya dukungan belajar, hingga perbedaan nilai pribadi.
Selanjutnya, faktor penyebab kejenuhan belajar adalah segala sesuatu yang menyebabkan kejenuhan belajar, meliputi faktor karakteristik mahasiswa, lingkungan belajar, dan keterlibatan emosional dengan lingkungan belajar.
Penelitian yang saya lakukan di kampus UPI Bandung ini, ditunjukkan dengan akumulasi skor yang diperoleh mahasiswa melalui pengisian instrumen dalam bentuk skala. Jumlah skor yang diperoleh melalui skala inilah yang pada akhirnya akan menghasilkan data tentang faktor penyebab kejenuhan belajar mahasiswa.
Bagaimana hasilnya?
Fenomena kejenuhan belajar di kalangan mahasiswa, tak dapat dibiarkan begitu saja. Fakta menunjukkan, persentase mahasiswa yang mengalami kejenuhan belajar cenderung meningkat seiring lama waktu kuliah. Semakin lama mahasiswa kuliah, semakin berat derajat kejenuhan belajar yang akan mereka alami.
Terkait kajian penelitian doktoral saya, sebenarnya sudah banyak studi yang mengkaji tentang kejenuhan belajar ini. Namun, kebanyakan peneliti hanya mempertimbangkan aspek perbedaan jenis kelamin, situasi, kepribadian, dan emosional. Mereka jarang melibatkan konseling akademik sebagai solusinya.
Argumentasi yang Anda sodorkan untuk memperkuat penelitian ini?
Untuk mempertahankan disertasi saya yang berjudul Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Menangani Kejenuhan Belajar Mahasiswa pada 10 Agustus silam di Kampus UPI Bandung, saya memaparkan hasil wawancara dengan para mahasiswa yang berkonsultasi pada masalah akademik.
Hasilnya, sebagian besar mahasiswa semester lima/tingkat tiga ke atas, umumnya mengeluh dan mengalami kejenuhan dalam belajar.
Saya mencatat banyak faktor yang memicu kejenuhan belajar. Pertama, kesulitan mencari sumber belajar (42,5%). Kedua, kesulitan bertemu dosen untuk berkonsultasi (28,5%). Ketiga, kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar (18%). Keempat, tidak memahami materi yang diberikan dosen (45%).
Kelima, banyak biaya untuk mengerjakan tugas kuliah (25%). Keenam, sulit menolak ajakan teman ketika sedang belajar (16%). Ketujuh, ada masalah akademik dengan dosen (4,5%). Kedelapan, ada masalah pribadi dengan dosen (6%). Kesembilan, ada masalah pribadi dengan teman (10%). Kesepuluh, banyak masalah keluarga (16,5%).
Kesebelas, banyak masalah di tempat kos (5,5%). Keduabelas, mengalami kesulitan dalam menerjemahkan buku berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris dan Jepang (53,5%). Ketigabelas, kesulitan dalam membuat tugas belajar (29,5%). Dan terakhir, kesulitan membagi waktu belajar dengan kesibukan di luar belajar (51,5%).
Ini menggambarkan bahwa kejenuhan belajar pada mahasiswa, sudah bukan sekadar fenomena lagi. Tapi telah menjadi masalah aktual yang perlu segera dicarikan solusinya. Dan masalah ini harus segera ditangani dengan baik.
Upaya yang harus dilakukan secara akademis?
Salah satu upaya mengurangi kejenuhan belajar adalah konseling akademik. Ini akan membantu mahasiswa mengatasi kesulitan belajar, mengembangkan cara belajar efektif, serta membantu mereka supaya sukses dalam belajar dan mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan pendidikan.
Namun diperlukan pendekatan konseling yang tepat oleh tenaga konselor yang tepat pula. Fakta empiris tentang gejala kejenuhan belajar pada mahasiswa dengan segenap implikasi psikologisnya, mengisyaratkan perlunya layanan bimbingan dan konseling.
Salah satu alasan yang mendasarinya dapat ditinjau dari paradigma baru bimbingan dan konseling. Lihatlah target populasi layanan konseling menjadi lebih terbuka dan berada dalam berbagai tataran kehidupan seperti di sekolah, luar sekolah, keluarga, industri dan bisnis, rumah sakit, dan lembaga pemasyarakatan.
Khusus mahasiswa, ketersediaan tenaga konseling akademik mutlak diperlukan. Selama ini mahasiswa merasa enggan curhat kepada dosennya.
Berbagai kajian teoretik maupun empirik menunjukkan bahwa konseling kognitif-perilaku sangat efektif untuk mengintervensi berbagai gangguan psikopatologi seperti menangani kejenuhan belajar. Secara umum, intervensi ini melibatkan proses kognitif dan perilaku dalam rangka perubahan perilaku dan kognisi.
Kompetensi apa yang harus dimiliki tenaga konselor?
Setidaknya para konselor pendidikan memiliki implementasi model konseling kognitif-perilaku untuk menangani kejenuhan belajar mahasiswa.
Pertama, seorang konselor harus mampu memahami pikiran, perasaan dan perilaku, sebagai bagian dari aktivitas belajar yang membentuk keyakinan dasar konseling, sehingga menjadi alasan penyebab kejenuhan belajar mahasiswa.
Kedua, memahami asumsi dasar dan keyakinan utama mahasiswa yang menjadi alasan mereka mengalami kejenuhan belajar. Ketiga, memahami dan mengenali pola pikiran yang mengganggu mereka, dengan merancang suatu rencana untuk membantu menyelesaikan masalah kejenuhan belajar.
Keempat, mampu menampilkan penjelasan terhadap pikiran yang mengganggu, berdasarkan bukti-bukti yang ada, dan mencatatnya dengan keyakinan utama dan asumsi dasar baru yang lebih positif.
Kelima, mampu merancang suatu eksperimen untuk menguji pikiran dan perasaan yang tidak rasional. Dan, keenam, mampu memeriksa pikiran, perasaan, tingkah laku, aspek biologis dan lingkungan mereka, guna memahami masalah kejenuhan belajar yang dihadapi.
Adakah acuan dari struktur isi konseling yang Anda buat itu?
Umumnya menggunakan model konseling kognitif-perilaku fleksibel, kolaboratif dan aktif. Pada praktiknya, konseling kognitf-perilaku mengacu pada pola “20/20/20 Rule”. Selama 20 menit pertama, fokus konseling adalah eskplorasi terhadap kerisauan mahasiswa saat sekarang, tingkat kekhawatiran yang sedang dialami dan pengalaman-pengalaman yang dirasakan mahasiswa saat menghadapi kejenuhan belajar sebagai bentuk asesmen dan diagnosa awal.
Selama 20 menit kedua fokusnya adalah mendiskusikan, belajar menjelajahi secara mendalam terhadap pikiran, emosi dan tingkah laku, sebagai cara untuk sampai kepada pengembangan keterampilan khusus sebagai respon terhadap masalah kejenuhan belajar yang dihadapi mahasiswa.
Selama 20 menit ketiga fokusnya adalah membangun kesepakatan antara konselor dengan konseli tentang latihan yang dilakukan sebelum sesi intervensi berikutnya, dan antisipasi terhadap masalah yang mungkin dihadapi selama mencoba suatu keterampilan.
Apa manfaat yang didapat dari penelitian ini?
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat membantu memperkaya dan mengembangkan khazanah teori dinamika kejenuhan belajar mahasiswa dan melengkapi berbagai model intervensi konseling untuk mengatasi kejenuhan belajar.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh dosen Pembimbingan Akademik (PA) sebagai rujukan dalam memberi bimbingan kepada mahasiswa, sehingga dapat terhindar dari masalah kejenuhan belajar.
Bagi Unit Pelaksana Teknis Bimbingan dan Konseling (UPT LBK), hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan kebijakan dan fokus layanan bimbingan dan konseling. (Tata Septayuda)

http://majalahqalam.com/interview/21:15/1-3-2010

1 komentar:

  1. kejenuhan belajar bukan hanya di kalangan mahasiswa saja ,kadang-kadang di kelas 1,2 SD yang di TK nya diberikan pelajaran melampaui kesanggupan psikis anak di SD nya menjadi seperti yang kurang gairah dalam belajar

    BalasHapus